Cadar, sependek pengetahuan gw bukan hal wajib bagi muslimah.
Yang disyariatkan adalah jilbab yang menutup aurat, sudah jelas batasannya dalam Alqur'an. Gak ada tawar-tawaran untuk orang yg beriman.
Ironisnya sebagian wanita berdalih masih merasa belum baik untuk berjilbab.
Padahal jilbab dipake kalo sudah baligh, bukan kalo sudah baik.
Mau menjilbabkan hati dulu, kata sebagian wanita yg lain.
Gak kebayang kalo laki-laki juga ikut-ikutan mau menjenggotkan hati dulu saat mendengar dalil keutamaan memelihara jenggot.
Eh tapi kan anak ulama juga ada yg gak berjilbab? bapaknya malah mendukung dan katanya sah-sah saja.
Ya, itu kata bapaknya. Tapi kata surat An-Nur ayat 31 gak begitu. Terserah saja sih, mau ikut surat An-Nur atau si sesebapak.
Jilbab atau cadar sejatinya adalah simbol ketaatan. Ia bisa jadi identitas wanita muslimah yang sami'na wa ata'na.
Berjilbab atau bercadar bukan berarti sudah baik, tapi niscaya ada kebaikan di dalamnya.
Ketika ada koruptor berjilbab, yg salah adalah korupsinya.
Begitu pula saat bos travel yang menyalahgunakan duit jamaah terlihat memakai cadar, jangan hujat cadarnya. Hati-hati terjebak jadi pengolok agama.
Mari belajar memisahkan hal sederhana ini. Gak ada korelasi antara perbuatan dan pakaian. Oleh orang-orang ini kemuliaan jilbab dan cadar mungkin tercemar, tapi niscaya gak akan runtuh dan terhapus hukumnya.
Di beranda gw ada banyak kasus seperti ini.
Beberapa waktu lalu sempat melihat komentar dari seorang yg mendoakan keburukan menimpa pasangan yang dianggapnya mengumbar kemesraan di media sosial. Pemosting ayla-view challenge yg padahal konteksnya buat lucu-lucuan saja, didoakan supaya cerai dengan suaminya. Yg bikin gw keki adalah saat kepoin profil si komentator yang ternyata seorang akhwat bercadar.
Nyesek to the max.
Hal serupa terjadi lagi tadi, kembali menemukan komentar akhwat bercadar yg asik membully jomblo dengan bahasa yg lumayan bikin hati jomblo tercabik-cabik.
Di beberapa postingan gw, ada juga seorang akhwat bercadar yg beberapa kali gw temukan komentar miringnya, diantaranya mendukung praktik ritual-ritual yg dianggap sunnah padahal gak pernah dicontohkan oleh Rasulullah.
Dan masih banyak lagi yg lebih memiriskan dari ini.
Ada yg gak bisa menjaga lisan dari ghibah, ada yg menawar barang dagangan dengan semena-mena, atau yang sadis dalam menyikapi khilafiyah.
Seorang teman belum lama ini malah memperlihatkan foto seorang akhwat bercadar syar'i berada di saf depan saat konser dangdut Fildan di daerah gw.
Ditinjau dari sisi manusiawi, Ini jelas manusiawi, toh mereka bukan malaikat.
Ini memberikan gambaran bahwa ilmu gak mesti seiring sejalan dengan ahlak, jadi gak elok rasanya jika masih ada saja yg menuntut kesempurnaan pada orang-orang yg cadaran.
Hijrah itu bertahap. Hari ini syahadat, besok gak mesti langsung jihad.
Kerjakan sesuai kemampuan, kalo bisanya dari pakaian ya mulailah dari pakaian. Yang lain insyaallah nyusul kemudian.
Nah, kalo kesanggupan di level jilbab ada baiknya jangan maksa cadaran. Ini lebih ke efek tuntutan pertanggungjawaban.
Begitu pula yang masih belum beres di bab thaharah, sebaiknya jangan maksa bicara soal penegakan negara.
Intinya perbaiki diri sendiri dan orang-orang terdekat, baru lanjut ke ummat.
"Kuntum khairu ummatin ukhrijat linnaas ta'muruuna bil ma'ruf wa tanhauna anil munkar"
kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk ummat manusia, yang menyuruh untuk berbuat ma'ruf dan mencegah dari kemunkaran.
Dalam surat Ali Imran ini secara tersirat menyebutkan berbuat ma'ruf dulu, lalu disusul dengan mencegah kemunkaran.
Wallahu 'alam bisshawab.
Akhirulkalam.. Semoga istiqomah buat saudari-saudariku akhwat fillah yg jilbab dan cadaran, dan buat yg belum semoga dimudahkan untuk disegerakan.
Sumber:https://www.facebook.com/arhamkendari